Yayorin
SHARE :

BANTENG

14
09/2020
Kategori : Species
Komentar : 0 komentar
Author : admin


BANTENG

Banteng memiliki tiga sub spesies di Indonesia, Bos javanicus javanicus tersebar di pulau Jawa, Madura dan Bali. Bos javanicus lowi memiliki daerah persebaran di Pulau Kalimantan serta subspesies lainnya di luar Indonesia adalah Bos javanicus birmanicus yang terdapat di Indocina, yaitu Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, dan Malaysia. Banteng kalimantan (Bos javanicus lowi) merupakan salah satu jenis satwa liar berkuku genap dan termasuk mamalia dalam golongan ruminansia besar.

Banteng termasuk satwa liar yang hidup berkelompok, dipimpin oleh banteng betina dewasa yang lebih tua. Ukuran kelompok banteng pada tiap tipe ekosistem habitat merupakan strategi perilaku sosial dalam pertahanan kelompok dari faktor makanan dan pemangsaan. Jumlah setiap kelompok berkisar antara 10–12 individu. Pengelompokan yang dilakukan merupakan strategi dasar untuk pertahanan kelestarian hidupnya, pemanfaatan pakan yang optimal, perkawinan, pengasuhan dan pembesaran anaknya, serta pertahanan diri dari pemangsa.  Banteng memperlihatkan seksual dimorfisme, dimana jantan dan betina dapat dibedakan penampilannya. Tubuhnya tegap, kuat, besar, bahu depan yang lebih tinggi dibandingkan bagian belakang tubuhnya. Secara umum ukuran tubuh Bos javanicus javanicus di Jawa paling besar, kemudian Bos javanicus birmanicus di Indocina, sedangkan Bos javanicus lowi di Kalimantan berukuran paling kecil. Ciri khas yang dimiliki banteng adalah pada bagian pantat terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih.

Banteng Kalimantan

Bos javanicus lowi  adalah salah satu sub-spesies banteng hanya ditemukan di Pulau Kalimantan (termasuk Sabah). Distribusi banteng kalimantan sangat terbatas dan populasinya secara terus-menerus mengalami penurunan. Secara morfologi, banteng Kalimantan tidak berbeda dengan dua sub spesies lainnya, yaitu pada bagian pantat terdapat belang putih, bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih akan tetapi tidak memiliki spot putih atau coklat pucat di atas mata dan pita putih di sekitar moncong (Gardner personal observation).

Berdasarkan ukuran banteng kalimantan (Bos javanicus lowii) berukuran lebih kecil dibandingkan subspesies lainnya. Panjang tubuh banteng Kalimantan berkisar 190-225 cm, Tinggi bahu SH 160 cm, Panjang ekor TL 65-70 cm, W 600-800 kg jantan, 400 kg betina, jarang antar ujung tanduk HL 65-70 cm.

Data kuantitatif populasi banteng kalimantan hanya diperoleh dari kawasan konservasi seperti Taman Nasional Kutai (34 individu pada tahun 2003) dan Taman Nasional Kayan Mentarang (40-50 individu pada tahun 2009). Sementara data jumlah populasi banteng di kawasan non-konservasi belum Keberadaan Banteng di Kawasan Belantikan Hulu, Kalimantan Tengah pernah dilaporkan pada November 2007 (perjumpaan jejak) dan April 2008 (banteng dewasa dan anakan tertangkap oleh pemburu lokal). Populasi banteng di Belantikan Hulu telah dikonfirmasi ulang berdasarkan data kamera trap pada tahun 2013. Sedangkan di wilayah Sabah, perkiraan populasi sebanyak >52 individu di Tabin Wildlife Reserve, >35 individu di Malua Forest Reserve dan sekitar 100 individu di Kulamba Forest Reserve.

Peta sebaran Banteng di Kalimantan (Gardner et al. 2018)

ANCAMAN 

Perburuan merupakan salah satu ancaman yang secara langsung berpengaruh terhadap penurunan populasi banteng. Aktivitas berburu bagi mereka adalah kegiatan rutinitas penting yang sampai saat ini masih dilakukan. Namun masyarakat mengaku bahwa banteng bukan merupakan target utama dalam berburu. Perburuan banteng hanya dilakukan jika kebetulan bertemu banteng di hutan selama berburu. Oleh karena itu, hanya sebagian kecil responden yang pernah mengetahui informasi tentang perburuan banteng di sekitar kawasan desa,  mayoritas menyatakan tidak tahu. Perburuan banteng sudah terjadi sejak tahun 1970-an-1990-an dan tahun 2000-2010.

Selain perburuan, ancaman lain adalah kegiatan penebangan, pertambangan dan ladang berpindah yang dilakukan di sekitar habitat banteng seperti sopanan dan rada. Aktivitas tersebut akan berdampak terhadap perubahan struktur dan komposisi habitat yang menyebabkan penurunan terhadap kualitas habitat banteng seperti berubahnya penyebaran dan kelimpahan sumber pakan, air dan mineral; berkurangnya tempat berkembang biak dan berlindung bagi banteng dan satwaliar lainnya.

Banteng termasuk diantara spesies mamalia besar yang paling terancam di dunia, tergolong dalam jenis sapi liar (wild cattle) yang dikategorikan sebagai spesies Genting atau Endangered, yaitu populasi di alam berada pada tingkat risiko kepunahan sangat tinggi jika tidak ada usaha penyelamatan habitat dan populasinya (Timmins et al. 2008).  Banteng telah dilindungi sejak tahun 1931 (Pemerintah Kolonial Belanda) dan Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-Undang (UU) No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAE). Selain itu masuk dalam lampiran PP No. 7 Tahun 1999 dan revisinya P.92/MENLHK/SETJEN/KUM1/8/2018 karena status populasinya yang terancam punah, dimana kebijakan ini menjadi landasan pokok untuk meningkatkan upaya perlindungan keanekaragaman hayati, termasuk banteng. Selain itu banteng juga menjadi salah satu dari 25 satwa oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang ditetapkan sebagai satwa prioritas yang harus dilindungi (SK Dirjen KSDAE No. 180/IV-KKH/2015).

KONSERVASI

Berbagai upaya konservasi banteng yang sudah dilakukan oleh pihak pemerintah seperti sosialisasi larangan berburu banteng, larangan membakar lahan dan hutan, larangan berladang secara berpindah, dan lainnya. Selain pemerintah, upaya konservasi banteng juga sudah dilaksanakan oleh masyarakat dan perusahaan seperti tidak melakukan perburuan banteng, tidak memperdagangkan, tidak merusak habitat banteng, dan lainnya. 

Larangan berburu banteng dari pemerintah mengacu pada UU No 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya yang berisi larangan diburu, dibunuh, diawetkan dan diperdagangkan satwaliar yang dilindungi baik hidup atau mati. Jika melanggar larangan tersebut akan dikenakan sanksi penjara lima tahun dan denda satu miliyar (Presiden Republik Indonesia 1990).

Upaya konservasi juga dilakukan oleh desa-desa yang berada di Kawasan sekitar, seperti desa  Nanga Matu, Kahingai, dan Bintang Mengalih. Desa-desa ini menerbitkan peraturan desa tentang perlindugan satwa liar jenis banteng dan perlindungan Kawasan hutan setempat dengan memberikan denda pada siapa pun yang melanggar baik orang desa maupun dari luar desa.


Sumber :

Castello  J.R. 2016.  Bovids of the World, Oxordshire: Princeton Unversity Press.

Hayashi Y, Otsuka J, Nishadi T. 1988. Multivariate craniometrics of wild banteng, Bos banteng, and five types of native cattle in Eastern Asia. Jpn. Jour. Zootech. Sci. 59(6): 660–72.

Timmins  R.J, Duckworth J.W, Hedges S, Steinmetz R. dan Pattanavibool A. 2008. Bos javanicus. In: IUCN 2010. IUCN Red List of Threatened Species. Version 2010.4. www.iucnredlist.org. 11/15/2010.

[Yayorin] Yayasan Orangutan Indonesia. 2013. Progress report penelitian kera besar (orangutan dan owa) Belantikan Conservation Program [laporan kegiatan]. Pangkalan Bun (ID): Yayorin.

Menteri Kehutanan. 2011. Peraturan Menteri Kehutanan No 58/Menhut II/2011 tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Banteng tahun 2010-2020. Jakarta (ID): Menteri Hukum dan HAM.

Wilson D.E and Mittermeier R.A. 2011. Handbook of the Mammals of the World. Vol. 2. Hoofed Mammals. Barcelona: Lynx Edicions.

Garsetiasih  R,  Sawitri R, Rianti A. 2016. Bioekologi dan Konservasi Banteng di Indonesia. Forda Press. Bogor 

Hoogerwerf A. 1970. Ujung Kulon The land of The Last Javan Rhinoceros. Leiden (NL): EJ Brill

Berita Lainnya

14
09/2020
ORANGUTAN
Author : admin
14
09/2020
BANTENG
Author : admin
12
08/2020
Guest house 1
Author : admin


Tinggalkan Komentar